Rekrutmen Calon Kepala Daerah Minim Perempuan
Rekrutmen kepala daerah dan kampanye Pilkada serentak saat ini ternyata masih kering dari isu-isu gender. Kaum perempuan masih sulit mendapatkan akses rekrutmen menjadi calon kepala daerah. Prosentase keikutsertaan perempuan di panggung politik pun sangat minim.
Demikian diungkapkan Anggota DPR RI Hetifah Sjaifudian usai menjadi pembicara dalam diskusi yang membincang perempuan dan politik di DPD RI, Selasa (24/11). Menurutnya, konten kampanye para calon kepala daerah sangat minim membincang tentang kesejahteraan kaum perempuan dan anak. Padahal, ini sektor yang sangat penting di tengah kehidupan sosial kemasyarakatan.
Perempuan juga, sambung Anggota F-PG ini, masih dibatasi keikutsertaannya dalam rekrutmen calon kepala daerah. Kecuali kaum perempuan yang memiliki hubungan kekerabatan dengan kepala daerah, mereka baru bisa direkrut menjadi calon kepala daerah. Selebihnya sangat minim keterlibatan perempuan di panggung politik daerah maupun nasional.
“Banyak perempuan yang aktif di parpol dan memiliki kompetensi baik, namun ketika mereka ingin mencalonkan diri, ternyata memilih untuk tidak menjadi calon, baik di Pileg maupun di Pilkada. Kesempatannya terbatas sekali. Mereka merasa untuk menjadi calon banyak prosesnya yang sulit dipenuhi,” ujar Hetifah.
Selama ini, sambung Anggota Komisi II itu, panitia seleksi Pilkada juga minim keterlibatan perempuan. Sehingga penyusunan kriteria calon kepala daerah dirasa kurang bersahabat dengan perempuan. “Tidak ada kemudahan atau bersahabat terhadap kaum perempuan dalam proses rekrutmen itu. Kecuali jika si perempuan punya keterikatan hubungan yang baik dengan elit partai. Kalau punya keterikatan hubungan (oligarki), itu kesempatan bagi dia untuk tercalonkan.”
Mencermati perkembangan mutakhir politik di daerah, Hetifah melihat sangat dilematis dan paradoks. Perempuan baru bisa mendapat kesempatan bila memiliki hubungan kekerabatan dengan kepala daerahnya. Hal lain yang juga disorot Hetifah adalah muatan kampanye para calon. Selaman ini hanya sektor infrastruktur yang diangkat menajdi isu utama pembangunan di daerah. Isu kesejahteraan perempuan sangat minim.
Hetifah mencontohkan, fasilitas kesehatan reproduksi bagi perempuan dan pembangunan posyandu tidak menjadi isu penting dalam kampanye para calon kepala daerah. Para calon hanya mementingkan pembangunan fisik yang bisa dilihat masyarakat, seperti pembangunan jalan, sekolah, dan lain-lain.
“Para kandidat mungkin kurang memberi perhatian terhadap isu-isu perempuan dan anak. Perlu ada pendidikan politik bagi para pemilih dan juga perlu memberi masukan kepada para calon kepala daerah agar bisa memberi jawaban dan solusi bagi isu perempuan dan anak,” imbuh Hetifah lagi. (mh), foto : riska/parle/hr.